Tabut di Pariaman, taboot di Bangkahulu atau tazia di India, adalah suatu ritual untuk memperingati “Tragedi Karbala” yang dilakukan di awal bulan Muharam dan mencapai puncaknya di hari Asyura atau tanggal sepuluh muharam dalam perhitungan tahun Islam Hijriah. Di pulau Jawa dinamai bulan Suro.

Bagi orang Islam bulan Suro ini menjadi penting karena menjadi waktu perpindahan kalender matahari ke kalander bulan atau qamariyah yang ditetapkan semasa Kalifah Umar Bin Khatab berdasarkan hijrahnya Nabi Muhammad Saw dan pengikutnya ke Madinah untuk menghindari tekanan keras kaum Quraisy Makah yang memusuhi kemunculannya.

Di bulan Muharam ini juga terjadi peristiwa tragis yang tak pernah terlupakan oleh umat muslim sepanjang sejarah. Yakni tewasnya Imam Husain, cucu Nabi Saw bersama keluarga dan pengikutnya di padang Karbala oleh pasukan Yazid bin Muawiyah. Itulah asal – usul tabut.

Secara fisik tabut merupakan peti kayu berbentuk kubus yang dibuat bertingkat – tingkat dan diberi hiasan. Secara artistik, seluruh unsur pelengkap tabut ini seperti daraga, panja dan kain didominasi oleh dua warna saja, yakni merah dan putih. Karena dari dua warna tersebutlah filosofi ritual tabut dapat dikenali.
Merah melambangkan keberanian, pengorbanan dan kehormatan, sedang putih melambangkan kesucian perjuangan. Maka seluruh properti yang bertaut dengan tabut merupakan simbolika dari bagian tubuh Imam Husain yang tercerai berai. Dan seluruh filosofinya merupakan ratapan dan sesal pada kegagalan manusia menghormati kebenaran wahyu, kegagalan memelihara perdamaian dan tentu juga kegagalan memelihara nilai kemanusiaan itu sendiri. Tetapi di sisi lain, syair – syair yang ditulis berkaitan dengan peristiwa Karbala mengandung harapan akan lahirnya Imam Mahdi atau Ratu Adil bagi keadilan dan perdamaian manusia.

Dari harapan seperti itulah tabut diterjemahkan ke dalam ritual budaya di beberapa tempat di Indonesia. Jadi tak usah heran, tabut di Indonesia berbeda dengan tazia di India ataupun taboot di wilayah Persia yang sampai hari ini masih dirayakan sebagai takziah kesedihan. Kalaupun ada yang mengatakan bahwa tabut itu dibawa oleh orang – orang Sipahi ( tentara Inggris keturunan India bermazhab Syiah) semasa Rafles di Bengkulu, bukanlah soal bagi kita.

Sebab pada kenyataannya helat tabut di Sumatra telah mendapatkan ekspresi lokal yang unik dan khas. Kegembiraan saat merayakannya menjadi bukti bahwa upacara ini tidak terlahir dari mental yang inferior atas budaya India ataupun Persia.
Tabut kita, sebagaimana yang bisa dilihat di Pariaman atau Bengkulu atau di beberapa tempat di wilayah Perlak di Aceh, merupakan usaha untuk merefleksikan sejarah hitam ke dalam wilayah yang putih. Yakni kepada harapan untuk memelihara perdamaian antar pandangan – pandangan yang berbeda.

Pada hari Tabut dibuat hingga diarak ke laut adalah hari yang gembira. Karena masing – masing ingin menunjukkan kebolehannya dalam merancang tabut yang lebih indah. Di Pariaman dan Bangkahulu, hari – hari tabut sesungguhnya merupakan kompetisi karya kreatif antara Orang Pasar dan Orang Seberang. Yaitu dua kelompok yang berbeda pandangan keislamannya.

Namun di hari tabut ini mereka akan bertemu dalam sebuah gelanggang tabut yang khusuk sekaligus meriah. Lidah yang tadinya dipergunakan untuk bertengkar, kini sama – sama menyeru nama Imam Husain dengan teriakan; hai ya Husain, hoi yak Husain. Gemuruh suara itu seperti zikir yang merindukan pertemuan dengan Sumber Keadilan, Sumber Kemerdekaan, Kehormatan Manusia dan Bangsa, Sumber Perdamaian. Pada saat seperti ini tembok – tembok prasangka dihancurkan, dikembalikan kepada keheningan air laut dan keheningan pikiran.

Tabut adalah salah satu quantum budaya kita yang dihasilkan dari samadi panjang atas sejarah kegagalan manusia dalam menciptakan hubungan yang seimbang satu sama lain. Suatu hal yang belum tentu terdapat di negeri – negeri lain. Itulah sebabnya kita perlu berterimakasih kepada kecerdasan yang telah mewariskan tabut kepada kita. Itulah sebabnya tabut perlu terus dirayakan berulang – ulang di setiap Muharam.

Source:
http://mataharigading.blogspot.com/2008/03/tabut.html
http://simpanglimo.blogspot.com/2008/02/festival-tabot.html



0 comments:

Newer Post Older Post Home